Sabtu, 23 Mei 2009

Sumalindo Lestari Jaya : A Sustainability Focused Wood-Based Company

Dengan mengubah kpanjangan namanya, maka perusahaan ini menjadi lebih leluasa mewadahi berbagai aktivitas ramah lingkungan yang menjadi tuntutan publik, terutama terhadap perusahaan minyak. Perusahaan pemilik Hak Pengusaha Hutan (HPH) juga mendapat sorotan publik seperti ini.

Salah satu pemegang HPH terbesar Indonesia adalah group Sumalindo Lestari JAYA tBK (SULI). SULI berdiri sejak 1980 sebagai pengelola pabrik kayu lapis yang memegang Hak Pengusahaan Hutan Alam di Kalimantan Timur. Dimulai dengan luas areal 132.000 ha dan pabrik kayu lapis dengan kapasitas produksi 66.000 m3 per tahun, kini SULI menjadi salah satu perusahaan perkay uan utama di Indonesia.

Namun yang membedakan SULI dari kompetitor adalah komitmennya pada sustanible forest management (SFM). Dan komitmen ini didukung pula oleh tindakan nyata SULI yang terus berupaya mendapatkan berbagai pengakuan mengenai pelaksanaan SFM. Dan upaya ini telah dilakukan sejak tahun 1991.

Di tahun 1994, setelah tiga tahun lebih untuk prsiapan, salah satu unit konsesi hutan yang dikelolanya, yaitu SLJ-II berhasil memperoleh sertifikasi SMF yang meliputi : Sertifikat Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dari kementrian kehutanan, Sustainable Forest Management (SFM) dan Chain of Custody (CoC) Certificate dari Smartwood, serta sertifikat PHAPL-LEI dari Lembaga Ekolabel Indonesia.

Pengakuan ini membuktikan bahwa komitmen SULI pada lingkungan hidup bukan sekedar upaya ikut-ikutan tren "go green" yang sedang populer. Selain itu, SULI juga terlibat penelitian spesies pohon yang terancam punah serta pengembangan komunitas penduduk di sekitar wilayah konsesi.

Dengan tuntutan yang semakin kuat dari negara maju maupun negara berkembang terhadap sustainable develpoment, maka langkah SULI ini sungguh tepat. Apalagi melihat bahwa sekitar setengah dari penjualan perusahaan ini didapatkan dari pasar ekspor. Namun, harus diakui, menjadi pionir sustainable forest management tidak selamanya menjanjikan kinerja keuangan yang bagus. Ditahun 2008, SULI mencatatkan kerugian bersih Rp 262.5 miliar, dibandingkan laba bersih 2007 sebesar Rp 27.6 miliar.

Akan tetapi, kami percaya bahwa praktik bisnis yang sustainable harus memperhatikan triple bottom line seperti yang dilakukan SULI. tentunya dengan mencatat bahwa hal ini mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah sehingga praktik sustainable forest management tidak menjadikan perusahaan yang menerapkannya menjadi kehilangan kemampuan bersaing. Dalam kondisi ideal seperti itu, SULI akan menjadi salah satu model dan benchmark dari sustainabillity focussed wood-based company di Indonesia.


Dirangkum dari kolom marketing*